MAKALAH
PERTANIAN LESTARI
Integrasi Mina Padi Dengan Ternak
Sapi di Begkulu
Menerapkan Pola LEISA
“Low Eksternal Input Sustainable
Agricultur”
Oleh :
Budiono
E1C012052
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNUVERSITAS
BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakangan
praktek pertanian
Indonesia yang tidak aman terhadap lingkungan hidup karena menyebabkan
degradasi lahan dan terganggunya berbagai organism yang semestinya bermanfaat
bagi kegiatan peranian itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan potensi sumber
daya alam yang dimiliki Indonesia, para pakar ekonomi makro pada umumnya
menyadari perlunya membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang terpuruk
itu dengan bertumpuhan pada kekeyaan alam tersebut.
Usaha peternakan sapi,
denagn skala lebih besar dari 20 ekor dan relative terlokalisasi akan
menimbulkan masalah terhadap lingkungan ( SK.Mentan.No.237/Kpts/RC410/1991
tentang batasan usaha peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan ).
Populasi sapi di Indonesia terus meningkat dan limbah yang dihasilkan pun akan
semakin banyak (BPS. 20014 ). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400-500 kg
dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah
peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan
(Soehadji, 1992). Di tambahkan oleh Soehadji (1992), limbah peternakan adalah
semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat
merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat ( kotoran
ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak ). Limbah cair
adalah urine, air pencucian alat-alat ). Sedangakan limbah gas adalah semua
limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas.
Menurut Juheini ( 1999
), sebanyak 56,67 persen peternak sapi membuang limbah ke badan sungai tanpa
pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabakan
oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh
ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan
kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993 ). Adanya pencemaran oleh limbah
peternakan sapi sering menimbulkan berbagi protes dari kalangan masyarakat
sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di
samping bau yang sangat menyengat.
Ketersediaan bahan
pakan di Indonesia (daerah tropik ) terutama untuk ternak ruminansia yang
berupa hijauan sangat fluktuatif tergantung pada musim. Pada musim hujan
hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia melimpah sedangkan pada musim
kemarau sangat terbatas sampai tidak ada produksi sama sekali tergantung pada
lamanya musim kemarau. Pakan ternak ruminansia dibedakan menjadi pakan basal
yang berupa hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan berasal dari bahan pakan yang
dapat berupa basil sisa tanaman pertanian, rumput, daun legume( kacang-kacangan
), dan hijauan lain yang semua dapat diberikan dalam keadaan segar, kering,
atau silage. Berdasarkan cara pengelolaannya rumput dibedakan menjadi rumput
lapangan ( native grass ) dan rumput budidaya ( culture ). Rumput lapangan di
ambil dari pematang sawah, pinggir jalan, atau kebun yang tidak diusahakan
setara khusus, sehingga kualitasnya tidak menentu, produktivitasnyapun rendah.
Rumput budidaya dipotong dari rumput yang dibudidayakan atau dikelola khusus
sebagai penghasil pakan hijauan ( dapat
berupa rumput kolonjono, rumput Gajah, rumput Raja, dll.) Selain berupa rumput
dapat juga berupa legum menjalar ( centro, siratro, peuro dll), atau legume
pohon ( lamtoro glirisidia, turi, dll ).
Selain rumput lapangan
dan hijauan pakan yang di budidayakan, masih ada hijauan lain yang dapat
digunakan sebagai sumber pakan yaitu berupa basil sisa tanaman pertanian.
Sejalan dengan semakin diintensifkannya usaha penanaman tanaman pangan maka
basil sisa tanaman pertanian ( jerami ) di Indonesia akan semakin melimpah
pula, Di antara basil sisa tanaman pertanian, jerami padi memegang peranan
penting senagai pengganti hijaun pakan selama musim kemarau ( Utomo et al. 1998
), saat hiajuan pakan sangat terbatas terutama di dataran rendah.
Jerami padi termasuk
hasil sisa tanaman pertanian yang kandungan proteinnya rendah ( di bawah 7 % )
sehingga pengguanaan untuk pakan membutuhkan suplemenasi protein dan energy
serta upaya peningkatan kecernaan ( Lebdosukojo, 1983). Suplementasi bahan
pakan konsentrat sangat dibutuhkan karena jerami padi hanya mengandung protein
kasar sekitar 4-5% atau 0,64-0,080%
nitrogen. Padahal, untuk kehidupan mikroba rumen membutuhkan pakan paling tidak
mengandung nitrogen (N) 1,28% ATAU 8% protein (VAN SOEST, 1994). Lebih lanjut
dinyatakan selain unsure C, P dan atau S. Penggunaan atau pemanfaatan jerami
padi antara lain : (1). Sebagai sumber bahan organik atau mineral lahan pertanian ; (2) . Sebagai pakan
; (3) . Untuk alas tidur ternak (bedding) ; (4) . Untuk dibuat kertas ; (5) .
Untuk bahan bakar .; (6) . Untuk media pertumbuhan jamur ; dan (7) . Produksi
protein ber sel tunggal.
Lahan sawah di Bengkulu
mencakup 25 % dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal utama bagi upaya
peningkatan produksi padi. Dalam periode 2007 hingga sekarang, produktivitas
padi cenderung turun dari 5,43 t/ha/musim setiap tahunnya(dis pertanian dan
peternakan 2014). Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pertanian,
produktivitas padi di tingkat petani mengalami penurunan. Menurunnya
produktivitas tidak diikuti oleh penurunan biaya produksi, akibatnya daya saing
produk menurun. Untuk meningkatkan produktivitas dapat digunakan pupuk organik,
yang dapat diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem usahatani integrasi
padi- sapi. Pupuk organik diperlukan untuk meningkatkan hasil padi, memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah (Syam dan Sariubang 2004), dan menekan penggunaan
pupuk anorganik (Sutardi et al. 2004). Nurawan et al. (2004) menyatakan pupuk
organik dapat meningkatkan hasil padi sebesar 0,9 t/ha dibanding tanpa pupuk
organ.
I.2.Tujuan
Mengintegrasikan antara peternakan sapi
perah dengan pertanian padi dan perikanan air tawar dengan menerapkan pola low
eksternal input sustainable agricultur (LEISA) untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan produksi hasil pertanian organik.
I.3. Sasaran
Sasaran Utama Sistem Integrasi Muna Padi Dengan Sapi
Diantaranya Masyarakat Bengkulu Yang Notabennya Sebagai Petani Dan Peternak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAK
II.1. Tinjauan Pustaka
Pertanian Terpadu
Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan
mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu
ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka
tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya
menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan
tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya
membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Konsep terapan pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya
adalah langkah pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi
secara regional maupun nasional, terutama pada kawasan kawasan remote area dari
jajaran kepulauan Indonesia. F4 tersebut meliputi :
{ FOOD; Pangan
manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dll.), produk
peternakan (daging, susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan air tawar (lele,
mujair, nila, gurame, dll.) dan hasil perkebunan (salak, kayumanis, sirsak,
dll.
{ FEED; Pakan
ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, kelinci),
ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.), pakan ikan
budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). Dari budidaya tanaman padi
akan dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi,
jerami dan kawul, semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih
mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai
kosong (kawul) dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak
ruminansia atau dibuat silage (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul
sudah tidak asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas
dan ikan). Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla,
dan eceng gondok.
{ FUEL; Akan
dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk
kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di
kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari bio gas adalah bio
fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos. Pemakaian tenaga langsung
lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk meng-olah lahan pertanian sebenarnya
adalah produk berbentuk fuel/energi. Sekam padi dapat dikonversi menjadi energi
(pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu maupun
arang sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organik.
{ FERTILIZER;
Sisa produk pertanian melalui proses decomposer maupun pirolisis akan
menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara dan
C-organik yang relative tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya sebagai
penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner), yang dari sisi
keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah dengan pupuk buatan
(anorganik fertilizer) bahkan pada kondisi tertentu akan dihasil-kan bio
pestisida (dari asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis gasifikasi)
yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (bio
preservative)
LEISA (Low external input sustainable agriculture)
LEISA merupakan bentuk system pertanian yang berupaya mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya yang tersedia secara lokal dengan mengkombinasikan
komponen yang berbeda dalam sistem lapang produksi (yaitu tanaman, hewan,
tanah, air, iklim, dan manusianya). Dalam sistem LEISA, resiko ekologik dari
masukan eksternal yang tinggi dihindari, karena itu, masukan eksternal berupa
bahan-bahan agrokimia hanya digunakan secara terbatas. Sebaliknya, kinerja
sistem diperkaya dengan pelibatan masukan internal yang diproduksi sendiri di
dalam sistem. Selain itu, biodiversitas (khususnya tanaman) ditingkatkan.
Dengan karakteristik demikian, ekosistem yang diharapkan ini akan menjadi
produktif dan berkelanjutan karena memiliki fungsi ekologik yang baik akibat
adanya peran komplementer dan sinergik dari aneka spesies tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang menghasilkan masukan internal dan menciptakan fungsi
protektif.
Pertanian – Perikanan
Sistem mina padi merupakan cara pemeliharaan ikan di sela-sela tanaman
padi, sebagai penyelang diantara dua musim tanam padi atau pemeliharaan ikan
sebagai pengganti palawija di persawahan.
Pertanian – Peternakan
Hubungan antara pertanian dengan peternakan dalam sistem pertanian terpadu
tergantung pada sudut pandang yang diambil. Manfaat yang bisa diambil dari
peternakan adalah kotoran hewan ternak dapat digunakan sebagai pupuk kandang
bagi tanaman. Tenaga hewan ternak juga dapat digunakan sebagai tenaga pengolah
lahan dan dapat juga dimanfaatkan sebagai tenaga pengangkutan hasil pertanian
di mana akan menghemat biaya karena
tidak membutuhkan bahan bakar layaknya kendaraan bermotor.
Sapi merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam
agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor
pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usahatani .
Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik
kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari ;
yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik
ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan
kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempuma. Suharto (2000)
menyatakan bahwa dengan penerapan model low external input sustainable agricultural
(LEISA) dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain: (i) Optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya lokal ; (ii) Maksimalisasi daur ulang (zero waste);
(iii) Minimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan) ; (iv) Diversifikasi
usaha ; (v) Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka
panjang, serta (vi) Menciptakan semangat kemandirian (Mariyono dkk. 2010 : 2).
Kendala utama yang dihadapi petani dalam meningkatkan produktivitas sapi
adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau di
wilayah yang padat ternak. Untuk itu peternak di beberapa lokasi di Indonesia
telah mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crops Livestock System,
CLS). Pada saat ini telah dikembangkan berbagai model integrasi antara lain
Ternak – Padi, Ternak – Hortikultura dan Ternak – Sawit (Blue Print, 2010).
Menurut Kariyasa dan Kasryno (2004), usaha terna k sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan
tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Ternak sapi menghasilkan
pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman, sedangkan tanaman dapat menyediakan
pakan hijauan bagi ternak.
II.2. Kerangka Pemikiran
Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan
pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi
bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi
lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka
pendek, mene-ngah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan
tercukupi dengan sistem pertanian ini.
Model pertanian terpadu dalam satu siklus biologi (Integrated Bio Cycle
Farming)yang tidak ada limbah, semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan
ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian
membentuk masyarakat tani yang makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas.
BAB III
ANALISIS POTENSI
III.1. Potensi mina padi dalam Mendukung Produksi Ikan Nasional
Salah satu langkah yang perlu dilakukan
dalam pengelolaan padi sawah yaitu pengelolaan tanah yang meliputi:
penggenangan, perbaikan pematang, pembabadan jerami, pembajakan dan
pencangkulan serta pemerataan permukaan tanah. Selain itu, pada saat awal
dilakukan penanaman padi, tidak banyak yang dapat dilakukan petani selain
melakukan pengeringan tanah untuk menekan serangan keong mas, menyemprot hama
dan menunggu tanaman padi membesar. Sayangnya kegiatan-kegiatan tersebut kurang
memberikan nilai tambah bagi petani sebaliknya mengeluarkan cukup banyak
biaya.Sebaliknya dengan sistem minapadi, petani bisa mendapatkan beberapa
keuntungan diantaranya meningkatnya produktifitas lahan, memperoleh pendapatan
dari panen padi dan ikan dan berkurangnya biaya produksi. Dalam sistem
minapadi, setelah proses pengolahan tanah sambil menunggu menunggu waktu tanam,
lahan ditanami bibit ikan dan dipelihara selama 30-40 hari. Selanjutnya ikan
dipanen dan dilakukan penanaman padi. Penanaman bibit ikan baru dilakukan
beberapa hari kemudian dan dilakukan pemeliharaan selama 30 sampai 40 hari.
Dengan demikian dalam sekali siklus budidaya minapadi dapat dilakukan pemanenan
ikan 2 kali dan sekali pemanenan padi.
Selain itu penerapan
minapadi dapat menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan hama dan penyakit
dan meningkatkan jumlah musuh alami bagi hama tanaman. Benih ikan memakan
plankton dan organisme kecil lain yang jatuh atau terdapat di air termasuk
telur dan larva hama padi. Hal ini menguntungkan karena ikan yang dipelihara
memperoleh makanan tambahan.
III.2. Potensi Sapi
Sapi merupakan
komoditas subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari
tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu
menyuplai semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa
membuka kran inpor sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya
Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih
tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus
memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging
di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto & Purbowati, 2009 : 3).
Ternak sapi potong
Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan
fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang,
tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah sebagai
komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia,
memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup,
dan mencerdaskan masyarakat (Santosa & Yogaswara, 2006).
Indonesia dengan jumlah
penduduk diatas 220 juta jiwa juga membutuhkan pasokan daging sapi dalam jumlah
yang besar. Sejauh ini, peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan
daging dalam negeri. Timpangnya antara pasokan dan permintaan ternyata masih
tinggi, tidak mengherankan jika lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam
hal pertanian termasuk petenakan – Departemen Pertanian (Deptan) mengakui
masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang selalu
mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan
pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatn populasi sapi
potong. Pada gilirannya, kondisi seperti ini memaksa Indonesia untuk selalu
melakukan inpor, baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi
(Blue Print, 2010).
III.3.Potensi Tanaman Padi
Usaha tani padi adalah
sistem budidaya yang dijalankan oleh petani dengan memanfaatkan faktor produksi
seoptimal mungkin yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini
bahwa usaha tani padi yang dimaksud dibagi atas tiga bagian yaitu lahan sempit
yaitu petani yang mengusahakan lahan dengan luas lebih kecil dari 0,5 Ha, lahan
sedang yaitu petani yang mengusahakan lahan dengan luas 0,5-1 Ha, dan lahan
luas adalah petani yang mengusahakan lahan lebih dari 1 Ha. Nilai produksi
gabah dapat diperoleh dari produksi gabah dikalikan dengan harga gabah dan
untuk produksi beras dapat diperoleh dari produksi beras dikalikan dengan harga
beras, sedangkan biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
proses produksi selama usaha tani. Sehingga jelas bahwa pendapatan dapat
diperoleh dari penerimaan (nilai produksi) dikurangi dengan biaya produksi
(Hutagalung, M., 2007).
Padi merupakan bahan
makanan yang menghasilkan beras. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi
dapat digantikan oleh bahan makanan lainnya. namun padi memiki nilai tersendiri
bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat mudah digantikan oleh bahan
makanan lainnya (AAK, 1991).
Program peningkatan
produktivitas padi terpadu yang dicanangkan oleh departemen pertanian
menunjukkan bahwa introduksi teknologi pertanian terpadu tanaman-ternak setelah
dua kali musim tanam berlangsung, mampu meningkatkaan produktifitas padi sawah
sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat antara Rp. 900 ribu – Rp.
1 Juta per hektar musim tanam (Zaini et al., 2003) dalam Priyanti (2007)
pengolahan tanaman dan sumber daya terpadu merupakan satu pendekatan inovatif
dalam upaya meningkatkan efesiensi usaha padi sawah melalui penerapan komponen
teknologi yang memiliki efek sinergistik.
Usaha tani padi yang
pengelolaannya dipadukan dengan ternak atau dengan menggunakan pupuk kandang
mampu berproduksi sekitar 6,9 - 8,8% lebih tinggi dibanding usaha tani padi
yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan pupuk kandang. Dari sisi biaya,
usaha tani yang dikelola secara terintegrasi membutuhkan biaya pupuk anorganik
lebih rendah dibandingkan dengan usaha tani yang dikelola secara parsial. Dari
aspek permintaan, tren pasar menunjukkan bahwa konsumen lebih suka memilih
produk-produk pertanian organik. Sedangkan dari penghematan devisa, sistem
integrasi ini diharapkan dapat mengurangi biaya subsidi pupuk yang diberikan
kepada petani sejak tahun 2003 (Blue Print, 2010 : 18).
III.4. Potensi Ikan Air Tawar
Usaha budidaya ikan air
tawar semakin hari semakin menggiurkan. Menurut laporan Badan Pangan PBB, pada
tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per
tahun. Meski saat ini konsumsi ikan lebih banyak dipasok oleh ikan laut, namun
pada tahun 2018 produksi ikan air tawar akan menyalip produksi perikanan
tangkap.
Mengapa demikian,
karena produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan akibat overfishing.
Ikan di laut semakin sulit didapatkan. Bahkan bila tidak ada perubahan model
produksi, para peneliti meramalkan pada tahun 2048 tak ada lagi ikan untuk
ditangkap.
Dengan kata lain tidak
akan ada lagi menu seafood di piring kita! Oleh karena itu diperlukan
peningkatan produksi budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut.
Sehingga kita bisa memberikan ruang kepada biota laut untuk berkembang biak.
Tingkat
konsumsi ikan
Indonesia sebagai
negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar potensial untuk
produk perikanan. Apalagi fakta saat ini menunjukkan konsumsi ikan perkapita
Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi penduduk negara
berkembang lainnya.
Kalau kita menilik
laporan KKP pada tahun 2011, konsumsi ikan masyarakat Indonesia hanya berada
diangka 31,5 kg per tahun. Coba bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 55,4
kg per tahun! Kabar baiknya, pertumbuhan rata-rata konsumsi ikan di Indonesia
cukup tinggi 5,04 persen per tahun. Jauh diatas Malaysia yang hanya 1,26 persen
per tahun.
Dengan tumbuhnya
perekonomian Indonesia, kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan semakin tinggi.
Ditambah lagi dengan adanya program Gemar Makan Ikan yang dikampanyekan KKP,
angka konsumsi akan terus bergerak naik.
III.5. Potensi Mina Padi Dan Sapi
Potensi yang dihasilkan dari sistim
integrasi minapadi dengan sapi yaitu dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi,
maka dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman padi dan juga sebagai
makanan ikan yang dipelihara diantar tanaman padi. Dengan adanya ikan di lahan
sawah taman padi diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah sawah dengan meningkatkan
penguraian bahan bahan organik oleh ikan air tawar trsebut. Dengan
dipeliharannya ikan di lahan tanaman padi, kita dapat menekan pemberian pakan
konsentrat pada ikan dan ikan mendapat naungan dari tanaman padi apabila panas
sangat terik. Kaitannya dengan ternak sapi selain memanfaatkan limbah jerami
yang dihasilkan sebagai makanan sapi, dari hijauan yang tumbuh di sekitar
pematang sawah dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak daripada dibuang
sia sia saat membersihkannya agar tidak mengganggu produksi padi. Selain itu,
kita dapat memanfaatkan pematang sawah sebagai lahan untuk menanam hijauan
pakan yang tidak memgganggu pertumbuhan padi.
Dari integrasi tersebut petani
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda selain produksi padinya meningkat,
ikan yang dipelihara dapat dipanen sebagai nilai tambah penghasilan begitupun
dengan ternak sapinnya. Hasil kelanjutannya, lahan pertanian dapat ddikelola selanjutnya sebagai lahan
pertanian organik yang mampu menghasilkan padi organik.
BAB IV
ANALISIS STRATEGIS INTEGRASI
VI.1. Bagan Pola Pertanian Mina Padi Dengan Ternak Sapi
Strategi yang akan dikembangkan dalam
usaha tani minapadi dengan sapi yaitu dengan mengintegrasikan antara peternakan
sapi dengan tanaman padi yang dipelihara
tumpangsari dengan pemeliharaan ikan air tawar pada satu lahan sawah
dengan harapan mendapatkan hasil
yang maksimal dan padi organik yang berkualitas tinggi.
Dengan adanya usaha tani integrasi mina
padi dengan sapi tersebut diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat yang notabennya sebagai petani sawah. Selain iti petani apat
memanfaatkan lahan seadanya dan mengelolanya seefisien mungkin dan semaksimal
mungkin untuk mendapatkan produksi sebaik mungkun.
BAB V
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
V.1. Kelayakan Usaha Sapi
Dari segi
kelayakan, usaha peternakan sapi di bengkulu sangat layak dikembangkan. Dilihat
dari potensi hijauan yang ada sangat melimpah dan dapat ditemui sepanjang
musim. Harga penjualan sapi di bengkulu pun sangat menjanjikan denngan pakan
yang melimpah dan harga jual yang tinggi memungkinkan peternakan sapi di
Bengkulu mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dengan maksimal.
V.2. Kelayakan Usah Pertanian Apadi
Masyarakat
bengkulu yang sebagian besar sebagai petani sawah selain sebagai petani
kebun, dan penghasilan pokok mereka
merupakan padi yang dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Karena hal itulah maka
usaha pertanian padi di bengkulu sangat layak dilakukan.
V.3. Kelayakan Usaha Ikan Air Tawar
Tingkat konsumsi
masyarakat akan ikan air tawar di Bengkulu
yang sangat tinggi memungkinkan pendapatan petani ikan air tawar di Bengkulu
sangat menjanjikan ditambah lagi produksi ikan laut di bengkulu sering
mengalami penurunan akibat cuaca buruk dan sering terjadi badai yang
mengakibatkan nelyan tidak melaut dan menurunkan produksi ikan laut. Dengan
adanya hal demikian usaha pemelihara ikan air tawar sangat layak dilakukan di
bengkulu mengingat iklim bengkulu masih tergolong iklim tropis.
V.4. Kelayakan Usaha Integrasi Mina Padi Dengan Sapi
Usaha mina padi
dengan sapi yng akan dikembangkan sangat memungkinkan dilakukan oleh petani yang
ada di Bengkulu dikarenakan latar
belakang masyarakatnya sebagai petani dan ternak sebagai penghasilan sampingan,
maka kita tinggal menerapkan nya saja sistim mina padi dan sapi tersebut di
Bengkulu untuk mensukseskan tujuan menghasilkan produk pertanian organik. Usaha
tersebut sangat layak dilakukan karena dari ketiga aspek pertanian tersebut
sudah layak dilakukan di Bengkulu.
BAB VI
SIMPULAN
{ Sistem integrasi mina padi dengan ternak sapi sangat
memungkinkan dilakukan di msyarakat Bengkulu dikarenakan masyarakat bBengkulu
notabennya sebagai petani dan peternak. Selain itu, usaha integrasi mina padi
dengan ternak sapi hasilnya sangat menjanjikan untuk kesejahteraan masyarakat
yang menerapkannya.
{ Perlu adanya peran serta dan dukungan dari
pemerintah maupun masyarakat dalam merealisasikan pola integrasi mina padi
dengan ternak sapi untuk mendapatkan pola pertanian yang maksimal.
{ Peran serta penyluh pertanian sangat dibutuhkan
dalam pemberikan pemahaman di masyarakat.
{ Sistem pengelolaan limbah mulai dari awal produksi,
proses produksi dan akhir produksi dapat memberikan nilai tambah bagi limbah
pertanian, sehingga limbah tersebut dapat dimanfatkan oleh masing masing
usahatani yang ada.
PUSTAKA
Anonymous. 1994. Bagaimana Cara
Menghemat Biaya Pakan Ternak. CV. Lembah Hijau Mulffarm Indonesia, Jakarta
Balai Pusat Statistik, 2014. Buku
Statistik Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
Bapedal, 2009. Produksi Bersih di
Indonesia. Laporan Tahunan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Charles RT dan Hadono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oieh Ijmbah
Peternakan dan Pengelolaannya. Bull.FKH UGM Vol. X: 2.
Hidayatullah, Gunawan, Kooswardhono,
Mudikdjo dan Erfiza, N 2001¬Pengelolaan limbah cair usaha peternakan sapi perah
Melaluj penerapan konsep produksi bersih di Lembah Hijau Muffifarm Solo. Balai
Pengkpjian Teknologi Pertanian. Insitut Pertanian Bogor
Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1999.
Perencanaan Sistem Usahatani Teq)adu dalam Menunjang Pembangunan Pertanian yang
Berke4anjutan Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jurnal Agro Ekmomj (JAE)
Vol. 17 (1) Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Deptan.
Jakarta.
Van Soest, P.J . 1994 . Nutrional
Ecology of The Ruminant Second Ed ,
Published by Cornell University Pers
Itacha and London
Prasetyo, S dan Padmono, J. 1993.
Altematif Pengelolaan Limbah Cair dan Padat RPH. Prosiding Workshop Teknologi
Lingkungan BPPT. Jakarta.
Rangkuti, M., M. Soejono And A. Musofie. 1986. Farming systems of and economics
of feeding croo residues inJava. Indonesia. In : IBRAHIM and SCHIERE (Eds).
Proe . of Rice Straw Related Feeds in Ruminant Rations. International Workshop
held in Kandy, Depart. Of Tropical Animal Production Agricultural University
Wageningen.
Salundik, 1998. Pengolahan Limbah Cair
Usaha Peternakan Sapi Perah dengan Eceng Gondok (EicWmia crassipes (Mart)
Solms). Tesis Program Pascasarjana IPB
BoW (Tidak dipublikasikan).
Sudaryanto, M. dan Jamal, E. 2000.
Pengembangan Agribisnis Petemakan Melalui Pendekatan "Corporate
Farming" untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar
Nasional Teknologi Petemakan dan Veteriner dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan
Pangan, Bafitnak Ciawi, 18 19 September 2002.