Kamis, 10 Desember 2015

Integrasi Mina Padi dengan Ternak Sapi di Bengkulu



MAKALAH PERTANIAN LESTARI
Integrasi Mina Padi Dengan Ternak Sapi di Begkulu
Menerapkan Pola LEISA
“Low Eksternal Input Sustainable Agricultur”






Oleh  :

Budiono
E1C012052


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNUVERSITAS BENGKULU
2015

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakangan

praktek pertanian Indonesia yang tidak aman terhadap lingkungan hidup karena menyebabkan degradasi lahan dan terganggunya berbagai organism yang semestinya bermanfaat bagi kegiatan peranian itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, para pakar ekonomi makro pada umumnya menyadari perlunya membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang terpuruk itu dengan bertumpuhan pada kekeyaan alam tersebut.
Usaha peternakan sapi, denagn skala lebih besar dari 20 ekor dan relative terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan ( SK.Mentan.No.237/Kpts/RC410/1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan ). Populasi sapi di Indonesia terus meningkat dan limbah yang dihasilkan pun akan semakin banyak (BPS. 20014 ). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400-500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Di tambahkan oleh Soehadji (1992), limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat ( kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak ). Limbah cair adalah urine, air pencucian alat-alat ). Sedangakan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas.
Menurut Juheini ( 1999 ), sebanyak 56,67 persen peternak sapi membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran ini disebabakan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al., 1993 ). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagi protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat.
Ketersediaan bahan pakan di Indonesia (daerah tropik ) terutama untuk ternak ruminansia yang berupa hijauan sangat fluktuatif tergantung pada musim. Pada musim hujan hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia melimpah sedangkan pada musim kemarau sangat terbatas sampai tidak ada produksi sama sekali tergantung pada lamanya musim kemarau. Pakan ternak ruminansia dibedakan menjadi pakan basal yang berupa hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan berasal dari bahan pakan yang dapat berupa basil sisa tanaman pertanian, rumput, daun legume( kacang-kacangan ), dan hijauan lain yang semua dapat diberikan dalam keadaan segar, kering, atau silage. Berdasarkan cara pengelolaannya rumput dibedakan menjadi rumput lapangan ( native grass ) dan rumput budidaya ( culture ). Rumput lapangan di ambil dari pematang sawah, pinggir jalan, atau kebun yang tidak diusahakan setara khusus, sehingga kualitasnya tidak menentu, produktivitasnyapun rendah. Rumput budidaya dipotong dari rumput yang dibudidayakan atau dikelola khusus sebagai penghasil  pakan hijauan ( dapat berupa rumput kolonjono, rumput Gajah, rumput Raja, dll.) Selain berupa rumput dapat juga berupa legum menjalar ( centro, siratro, peuro dll), atau legume pohon ( lamtoro glirisidia, turi, dll ).
Selain rumput lapangan dan hijauan pakan yang di budidayakan, masih ada hijauan lain yang dapat digunakan sebagai sumber pakan yaitu berupa basil sisa tanaman pertanian. Sejalan dengan semakin diintensifkannya usaha penanaman tanaman pangan maka basil sisa tanaman pertanian ( jerami ) di Indonesia akan semakin melimpah pula, Di antara basil sisa tanaman pertanian, jerami padi memegang peranan penting senagai pengganti hijaun pakan selama musim kemarau ( Utomo et al. 1998 ), saat hiajuan pakan sangat terbatas terutama di dataran rendah.
Jerami padi termasuk hasil sisa tanaman pertanian yang kandungan proteinnya rendah ( di bawah 7 % ) sehingga pengguanaan untuk pakan membutuhkan suplemenasi protein dan energy serta upaya peningkatan kecernaan ( Lebdosukojo, 1983). Suplementasi bahan pakan konsentrat sangat dibutuhkan karena jerami padi hanya mengandung protein kasar sekitar 4-5% atau  0,64-0,080% nitrogen. Padahal, untuk kehidupan mikroba rumen membutuhkan pakan paling tidak mengandung nitrogen (N) 1,28% ATAU 8% protein (VAN SOEST, 1994). Lebih lanjut dinyatakan selain unsure C, P dan atau S. Penggunaan atau pemanfaatan jerami padi antara lain : (1). Sebagai sumber bahan organik atau  mineral lahan pertanian ; (2) . Sebagai pakan ; (3) . Untuk alas tidur ternak (bedding) ; (4) . Untuk dibuat kertas ; (5) . Untuk bahan bakar .; (6) . Untuk media pertumbuhan jamur ; dan (7) . Produksi protein ber sel tunggal.
Lahan sawah di Bengkulu mencakup 25 % dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal utama bagi upaya peningkatan produksi padi. Dalam periode 2007 hingga sekarang, produktivitas padi cenderung turun dari 5,43 t/ha/musim setiap tahunnya(dis pertanian dan peternakan 2014). Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pertanian, produktivitas padi di tingkat petani mengalami penurunan. Menurunnya produktivitas tidak diikuti oleh penurunan biaya produksi, akibatnya daya saing produk menurun. Untuk meningkatkan produktivitas dapat digunakan pupuk organik, yang dapat diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem usahatani integrasi padi- sapi. Pupuk organik diperlukan untuk meningkatkan hasil padi, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Syam dan Sariubang 2004), dan menekan penggunaan pupuk anorganik (Sutardi et al. 2004). Nurawan et al. (2004) menyatakan pupuk organik dapat meningkatkan hasil padi sebesar 0,9 t/ha dibanding tanpa pupuk organ.


I.2.Tujuan

Mengintegrasikan antara peternakan sapi perah dengan pertanian padi dan perikanan air tawar dengan menerapkan pola low eksternal input sustainable agricultur (LEISA) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan produksi hasil pertanian organik.

I.3. Sasaran

Sasaran Utama Sistem Integrasi Muna Padi Dengan Sapi Diantaranya Masyarakat Bengkulu Yang Notabennya Sebagai Petani Dan Peternak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAK

II.1. Tinjauan Pustaka

Pertanian Terpadu
Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Konsep terapan pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya adalah langkah pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi secara regional maupun nasional, terutama pada kawasan kawasan remote area dari jajaran kepulauan Indonesia. F4 tersebut meliputi :
{  FOOD; Pangan manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dll.), produk peternakan (daging, susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurame, dll.) dan hasil perkebunan (salak, kayumanis, sirsak, dll.
{  FEED; Pakan ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.), pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). Dari budidaya tanaman padi akan dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi, jerami dan kawul, semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai kosong (kawul) dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak ruminansia atau dibuat silage (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul sudah tidak asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas dan ikan). Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan eceng gondok.
{  FUEL; Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos. Pemakaian tenaga langsung lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk meng-olah lahan pertanian sebenarnya adalah produk berbentuk fuel/energi. Sekam padi dapat dikonversi menjadi energi (pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu maupun arang sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organik.
{  FERTILIZER; Sisa produk pertanian melalui proses decomposer maupun pirolisis akan menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara dan C-organik yang relative tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya sebagai penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner), yang dari sisi keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah dengan pupuk buatan (anorganik fertilizer) bahkan pada kondisi tertentu akan dihasil-kan bio pestisida (dari asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis gasifikasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (bio preservative)
LEISA (Low external input sustainable agriculture)
LEISA merupakan bentuk system pertanian yang berupaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang tersedia secara lokal dengan mengkombinasikan komponen yang berbeda dalam sistem lapang produksi (yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusianya). Dalam sistem LEISA, resiko ekologik dari masukan eksternal yang tinggi dihindari, karena itu, masukan eksternal berupa bahan-bahan agrokimia hanya digunakan secara terbatas. Sebaliknya, kinerja sistem diperkaya dengan pelibatan masukan internal yang diproduksi sendiri di dalam sistem. Selain itu, biodiversitas (khususnya tanaman) ditingkatkan. Dengan karakteristik demikian, ekosistem yang diharapkan ini akan menjadi produktif dan berkelanjutan karena memiliki fungsi ekologik yang baik akibat adanya peran komplementer dan sinergik dari aneka spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang menghasilkan masukan internal dan menciptakan fungsi protektif.
Pertanian – Perikanan
Sistem mina padi merupakan cara pemeliharaan ikan di sela-sela tanaman padi, sebagai penyelang diantara dua musim tanam padi atau pemeliharaan ikan sebagai pengganti palawija di persawahan.
Pertanian – Peternakan
Hubungan antara pertanian dengan peternakan dalam sistem pertanian terpadu tergantung pada sudut pandang yang diambil. Manfaat yang bisa diambil dari peternakan adalah kotoran hewan ternak dapat digunakan sebagai pupuk kandang bagi tanaman. Tenaga hewan ternak juga dapat digunakan sebagai tenaga pengolah lahan dan dapat juga dimanfaatkan sebagai tenaga pengangkutan hasil pertanian di  mana akan menghemat biaya karena tidak membutuhkan bahan bakar layaknya kendaraan bermotor.
Sapi merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usahatani . Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari ; yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempuma. Suharto (2000) menyatakan bahwa dengan penerapan model low external input sustainable agricultural (LEISA) dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain: (i) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal ; (ii) Maksimalisasi daur ulang (zero waste); (iii) Minimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan) ; (iv) Diversifikasi usaha ; (v) Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang, serta (vi) Menciptakan semangat kemandirian (Mariyono dkk. 2010 : 2).
Kendala utama yang dihadapi petani dalam meningkatkan produktivitas sapi adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau di wilayah yang padat ternak. Untuk itu peternak di beberapa lokasi di Indonesia telah mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crops Livestock System, CLS). Pada saat ini telah dikembangkan berbagai model integrasi antara lain Ternak – Padi, Ternak – Hortikultura dan Ternak – Sawit (Blue Print, 2010).
Menurut Kariyasa dan Kasryno (2004), usaha terna k sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Ternak sapi menghasilkan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman, sedangkan tanaman dapat menyediakan pakan hijauan bagi ternak.




II.2. Kerangka Pemikiran


Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, mene-ngah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.
Model pertanian terpadu dalam satu siklus biologi (Integrated Bio Cycle Farming)yang tidak ada limbah, semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian membentuk masyarakat tani yang makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas.




BAB III

ANALISIS POTENSI

III.1. Potensi mina padi dalam Mendukung Produksi Ikan Nasional

Salah satu langkah yang perlu dilakukan dalam pengelolaan padi sawah yaitu pengelolaan tanah yang meliputi: penggenangan, perbaikan pematang, pembabadan jerami, pembajakan dan pencangkulan serta pemerataan permukaan tanah. Selain itu, pada saat awal dilakukan penanaman padi, tidak banyak yang dapat dilakukan petani selain melakukan pengeringan tanah untuk menekan serangan keong mas, menyemprot hama dan menunggu tanaman padi membesar. Sayangnya kegiatan-kegiatan tersebut kurang memberikan nilai tambah bagi petani sebaliknya mengeluarkan cukup banyak biaya.Sebaliknya dengan sistem minapadi, petani bisa mendapatkan beberapa keuntungan diantaranya meningkatnya produktifitas lahan, memperoleh pendapatan dari panen padi dan ikan dan berkurangnya biaya produksi. Dalam sistem minapadi, setelah proses pengolahan tanah sambil menunggu menunggu waktu tanam, lahan ditanami bibit ikan dan dipelihara selama 30-40 hari. Selanjutnya ikan dipanen dan dilakukan penanaman padi. Penanaman bibit ikan baru dilakukan beberapa hari kemudian dan dilakukan pemeliharaan selama 30 sampai 40 hari. Dengan demikian dalam sekali siklus budidaya minapadi dapat dilakukan pemanenan ikan 2 kali dan sekali pemanenan padi.
Selain itu penerapan minapadi dapat menekan pertumbuhan gulma, mengurangi serangan hama dan penyakit dan meningkatkan jumlah musuh alami bagi hama tanaman. Benih ikan memakan plankton dan organisme kecil lain yang jatuh atau terdapat di air termasuk telur dan larva hama padi. Hal ini menguntungkan karena ikan yang dipelihara memperoleh makanan tambahan.

III.2. Potensi Sapi

Sapi merupakan komoditas subsektor peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka kran inpor sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto & Purbowati, 2009 : 3).
Ternak sapi potong Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah sebagai komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat (Santosa & Yogaswara, 2006).
Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 220 juta jiwa juga membutuhkan pasokan daging sapi dalam jumlah yang besar. Sejauh ini, peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dalam negeri. Timpangnya antara pasokan dan permintaan ternyata masih tinggi, tidak mengherankan jika lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk petenakan – Departemen Pertanian (Deptan) mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatn populasi sapi potong. Pada gilirannya, kondisi seperti ini memaksa Indonesia untuk selalu melakukan inpor, baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi (Blue Print, 2010).

III.3.Potensi Tanaman Padi

Usaha tani padi adalah sistem budidaya yang dijalankan oleh petani dengan memanfaatkan faktor produksi seoptimal mungkin yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini bahwa usaha tani padi yang dimaksud dibagi atas tiga bagian yaitu lahan sempit yaitu petani yang mengusahakan lahan dengan luas lebih kecil dari 0,5 Ha, lahan sedang yaitu petani yang mengusahakan lahan dengan luas 0,5-1 Ha, dan lahan luas adalah petani yang mengusahakan lahan lebih dari 1 Ha. Nilai produksi gabah dapat diperoleh dari produksi gabah dikalikan dengan harga gabah dan untuk produksi beras dapat diperoleh dari produksi beras dikalikan dengan harga beras, sedangkan biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi selama usaha tani. Sehingga jelas bahwa pendapatan dapat diperoleh dari penerimaan (nilai produksi) dikurangi dengan biaya produksi (Hutagalung, M., 2007).
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan oleh bahan makanan lainnya. namun padi memiki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat mudah digantikan oleh bahan makanan lainnya (AAK, 1991).
Program peningkatan produktivitas padi terpadu yang dicanangkan oleh departemen pertanian menunjukkan bahwa introduksi teknologi pertanian terpadu tanaman-ternak setelah dua kali musim tanam berlangsung, mampu meningkatkaan produktifitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat antara Rp. 900 ribu – Rp. 1 Juta per hektar musim tanam (Zaini et al., 2003) dalam Priyanti (2007) pengolahan tanaman dan sumber daya terpadu merupakan satu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan efesiensi usaha padi sawah melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik.
Usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak atau dengan menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9 - 8,8% lebih tinggi dibanding usaha tani padi yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan pupuk kandang. Dari sisi biaya, usaha tani yang dikelola secara terintegrasi membutuhkan biaya pupuk anorganik lebih rendah dibandingkan dengan usaha tani yang dikelola secara parsial. Dari aspek permintaan, tren pasar menunjukkan bahwa konsumen lebih suka memilih produk-produk pertanian organik. Sedangkan dari penghematan devisa, sistem integrasi ini diharapkan dapat mengurangi biaya subsidi pupuk yang diberikan kepada petani sejak tahun 2003 (Blue Print, 2010 : 18).

III.4. Potensi Ikan Air Tawar

Usaha budidaya ikan air tawar semakin hari semakin menggiurkan. Menurut laporan Badan Pangan PBB, pada tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per tahun. Meski saat ini konsumsi ikan lebih banyak dipasok oleh ikan laut, namun pada tahun 2018 produksi ikan air tawar akan menyalip produksi perikanan tangkap.
Mengapa demikian, karena produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan akibat overfishing. Ikan di laut semakin sulit didapatkan. Bahkan bila tidak ada perubahan model produksi, para peneliti meramalkan pada tahun 2048 tak ada lagi ikan untuk ditangkap.
Dengan kata lain tidak akan ada lagi menu seafood di piring kita! Oleh karena itu diperlukan peningkatan produksi budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut. Sehingga kita bisa memberikan ruang kepada biota laut untuk berkembang biak.
Tingkat konsumsi ikan
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar potensial untuk produk perikanan. Apalagi fakta saat ini menunjukkan konsumsi ikan perkapita Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi penduduk negara berkembang lainnya.
Kalau kita menilik laporan KKP pada tahun 2011, konsumsi ikan masyarakat Indonesia hanya berada diangka 31,5 kg per tahun. Coba bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 55,4 kg per tahun! Kabar baiknya, pertumbuhan rata-rata konsumsi ikan di Indonesia cukup tinggi 5,04 persen per tahun. Jauh diatas Malaysia yang hanya 1,26 persen per tahun.
Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia, kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan semakin tinggi. Ditambah lagi dengan adanya program Gemar Makan Ikan yang dikampanyekan KKP, angka konsumsi akan terus bergerak naik.

III.5. Potensi Mina Padi Dan Sapi

Potensi yang dihasilkan dari sistim integrasi minapadi dengan sapi yaitu dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi, maka dapat digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman padi dan juga sebagai makanan ikan yang dipelihara diantar tanaman padi. Dengan adanya ikan di lahan sawah taman padi diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah sawah dengan meningkatkan penguraian bahan bahan organik oleh ikan air tawar trsebut. Dengan dipeliharannya ikan di lahan tanaman padi, kita dapat menekan pemberian pakan konsentrat pada ikan dan ikan mendapat naungan dari tanaman padi apabila panas sangat terik. Kaitannya dengan ternak sapi selain memanfaatkan limbah jerami yang dihasilkan sebagai makanan sapi, dari hijauan yang tumbuh di sekitar pematang sawah dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak daripada dibuang sia sia saat membersihkannya agar tidak mengganggu produksi padi. Selain itu, kita dapat memanfaatkan pematang sawah sebagai lahan untuk menanam hijauan pakan yang tidak memgganggu pertumbuhan padi.
Dari integrasi tersebut petani mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda selain produksi padinya meningkat, ikan yang dipelihara dapat dipanen sebagai nilai tambah penghasilan begitupun dengan ternak sapinnya. Hasil kelanjutannya, lahan pertanian  dapat ddikelola selanjutnya sebagai lahan pertanian organik yang mampu menghasilkan padi organik.

BAB IV

ANALISIS STRATEGIS INTEGRASI

VI.1. Bagan Pola Pertanian Mina Padi Dengan Ternak Sapi



 

Strategi yang akan dikembangkan dalam usaha tani minapadi dengan sapi yaitu dengan mengintegrasikan antara peternakan sapi dengan tanaman padi yang dipelihara  tumpangsari dengan pemeliharaan ikan air tawar pada satu  lahan sawah  dengan harapan mendapatkan hasil  yang maksimal dan padi organik yang berkualitas tinggi.
Dengan adanya usaha tani integrasi mina padi dengan sapi tersebut diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang notabennya sebagai petani sawah. Selain iti petani apat memanfaatkan lahan seadanya dan mengelolanya seefisien mungkin dan semaksimal mungkin untuk mendapatkan produksi sebaik mungkun.

BAB V

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

V.1. Kelayakan Usaha Sapi

Dari segi kelayakan, usaha peternakan sapi di bengkulu sangat layak dikembangkan. Dilihat dari potensi hijauan yang ada sangat melimpah dan dapat ditemui sepanjang musim. Harga penjualan sapi di bengkulu pun sangat menjanjikan denngan pakan yang melimpah dan harga jual yang tinggi memungkinkan peternakan sapi di Bengkulu mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dengan maksimal.

V.2.  Kelayakan Usah Pertanian Apadi

Masyarakat bengkulu yang sebagian besar sebagai petani sawah selain sebagai petani kebun,  dan penghasilan pokok mereka merupakan padi yang dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Karena hal itulah maka usaha pertanian padi di bengkulu sangat layak dilakukan.

V.3. Kelayakan Usaha Ikan Air Tawar

Tingkat konsumsi masyarakat akan ikan air tawar di Bengkulu  yang sangat tinggi memungkinkan pendapatan petani ikan air tawar di Bengkulu sangat menjanjikan ditambah lagi produksi ikan laut di bengkulu sering mengalami penurunan akibat cuaca buruk dan sering terjadi badai yang mengakibatkan nelyan tidak melaut dan menurunkan produksi ikan laut. Dengan adanya hal demikian usaha pemelihara ikan air tawar sangat layak dilakukan di bengkulu mengingat iklim bengkulu masih tergolong iklim tropis.

V.4. Kelayakan Usaha Integrasi Mina Padi Dengan Sapi

Usaha mina padi dengan sapi yng akan dikembangkan sangat memungkinkan dilakukan oleh petani yang ada di Bengkulu dikarenakan  latar belakang masyarakatnya sebagai petani dan ternak sebagai penghasilan sampingan, maka kita tinggal menerapkan nya saja sistim mina padi dan sapi tersebut di Bengkulu untuk mensukseskan tujuan menghasilkan produk pertanian organik. Usaha tersebut sangat layak dilakukan karena dari ketiga aspek pertanian tersebut sudah layak dilakukan di Bengkulu.

BAB VI

SIMPULAN

{  Sistem integrasi mina padi dengan ternak sapi sangat memungkinkan dilakukan di msyarakat Bengkulu dikarenakan masyarakat bBengkulu notabennya sebagai petani dan peternak. Selain itu, usaha integrasi mina padi dengan ternak sapi hasilnya sangat menjanjikan untuk kesejahteraan masyarakat yang menerapkannya.
{  Perlu adanya peran serta dan dukungan dari pemerintah maupun masyarakat dalam merealisasikan pola integrasi mina padi dengan ternak sapi untuk mendapatkan pola pertanian yang maksimal.
{  Peran serta penyluh pertanian sangat dibutuhkan dalam pemberikan pemahaman di masyarakat.
{  Sistem pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses produksi dan akhir produksi dapat memberikan nilai tambah bagi limbah pertanian, sehingga limbah tersebut dapat dimanfatkan oleh masing masing usahatani yang ada.


PUSTAKA

Anonymous. 1994. Bagaimana Cara Menghemat Biaya Pakan Ternak. CV. Lembah Hijau Mulffarm Indonesia, Jakarta
Balai Pusat Statistik, 2014. Buku Statistik Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
Bapedal, 2009. Produksi Bersih di Indonesia. Laporan Tahunan  Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Charles RT      dan Hadono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oieh Ijmbah Peternakan dan Pengelolaannya. Bull.FKH UGM Vol. X: 2.
Hidayatullah, Gunawan, Kooswardhono, Mudikdjo dan Erfiza, N 2001¬Pengelolaan limbah cair usaha peternakan sapi perah Melaluj penerapan konsep produksi bersih di Lembah Hijau Muffifarm Solo. Balai Pengkpjian Teknologi Pertanian. Insitut Pertanian Bogor
Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1999. Perencanaan Sistem Usahatani Teq)adu dalam Menunjang Pembangunan Pertanian yang Berke4anjutan Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jurnal Agro Ekmomj (JAE) Vol. 17 (1) Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta.
Van Soest, P.J . 1994 . Nutrional Ecology of The Ruminant  Second Ed , Published by Cornell University Pers  Itacha and London

Prasetyo, S dan Padmono, J. 1993. Altematif Pengelolaan Limbah Cair dan Padat RPH. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan  BPPT. Jakarta.
Rangkuti, M.,  M. Soejono And A. Musofie. 1986. Farming systems of and economics of feeding croo residues inJava. Indonesia. In : IBRAHIM and SCHIERE (Eds). Proe . of Rice Straw Related Feeds in Ruminant Rations. International Workshop held in Kandy, Depart. Of Tropical Animal Production Agricultural University Wageningen.
Salundik, 1998. Pengolahan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah dengan Eceng Gondok (EicWmia crassipes (Mart) Solms). Tesis Program Pascasarjana IPB  BoW  (Tidak dipublikasikan).
Sudaryanto, M. dan Jamal, E. 2000. Pengembangan Agribisnis Petemakan Melalui Pendekatan "Corporate Farming" untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar Nasional Teknologi Petemakan dan Veteriner dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan, Bafitnak Ciawi, 18 19 September 2002.