Selasa, 10 Februari 2015

LAPORAN ILMU TILIK TERNAK



LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU TILIK TERNAK





Oleh:
Kelompok II

Dewi Suryani                             E1C012005
Milleni okta erika                      E1C012100
Budiono                                     E1C012052
Irwan Nurdiansyah                    E1C012040
Angriawan Muhammad Nur     E1C012042
Rahmad Fendi Adi Saputra      E1C012096
Benarico Sinaga                        E1C012093
Adilamen                                   E1C012111




JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014


BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Ilmu Tilik adalah alat bantu dalam melaksanakan program seleksi ternak dalam rangka perbaikan mutu genetic sekelompok ternak. Untuk memperbaiki mutu genetic sekelompok ternak maka diperlukan program seleksi.Morfologi sapi berbeda-beda begitu pula pada hasil produksinya. Sapi perah bentuk morfologinya segitiga, jika dilihat pada bagian samping dan hasil produksinya susu; sapi potong bentuk morfologinnya segiempat dan hasil produksinya berupa daging; sapi dwiguna yaitu gabungan dari sapi yang dipekerjakan dan sapi yang dikomsumsi dagingnnya.
Pemuliaan ternak dalam usaha seleksi maupun kontes, mutlak diperlukan pelaksanaan pengukuran dengan cara, cara tempat, peralatan yang tepat dengan pelaksana yang professional yaitu yang telah memiliki pengetahuan tentang bagian tubuh ternak,mengetahui batasan dan standart ideal, melakukan penilaian dan pemilihan dengan baik ,ketat ,jujur dan sungguh-sungguh.
Pada dasarnya penilaian dilakukan dengan dua sistem ialah secara visual (subyektif) disini  amat diperlukan bakat dan seni dari masing-masing  penilai atau juri, bakat disertai dengan pengalaman akan dapt menghasilkan nilai yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Dalam tahap penilaian ini ternak harus dinilai dari samping ,belakang,depan,saat berjalan dan perabaan dimana nilainya masing-masing dalam kartu nilai ( score card ) yang telah ditetapan. Sistem kedua adalah penilaian secara obyektif  yaitu nilai statistic vital antara lain dengan pengukuran linier antara lain berat badan, umur,lingkaran,panjang,lebar dan tinggi  masing-masing ternak tersebut.

1.2  Tujuan

a.       Mengetahui sifat kualitatif dan sifat kuantitatif pada ternak sapi
b.      Mahasiswa mampu melakukan penilaian pada penjurian dalam kontes ternak
c.       Mahasiswa dapat menganalisa penentuan juara dalam kontes ternak



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


Kemampuan produksi sapi potong dapat digambarkan dari pertumbuhannya. Pertambahan bobot badan sebagai refleksi pertumbuhan dapat diketahui dengan menimbang berat badan. Mengetahui bobot badan ternak merupakan suatu hal yang sangat penting antara lain untuk menduga produksi daging dan persentase karkas yang dihasilkan, harga jual, pemilihan bibit, kebutuhan pakan dan pemberian dosis obat yang tepat.
Cara yang paling akurat untuk mengetahui bobot badan ternak dapat dilakukan dengan menimbang ternak secara langsung, namun dalam praktek  penimbangan ternak besar seperti sapi memerlukan kerja ekstra dan alat timbangan ternak yang cukup mahal dan relatif sulit terutama di daerah pedesaan dengan keadaan topografi yang sulit dijangkau dengan alat transportasi.
Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari cara lain yang lebih murah dan praktis yaitu dengan pendugaan bobot badan ternak melalui pendekatan terhadap hubungan antara satu atau lebih ukuran bagian tubuh ternak dengan bobot badannya dan pendugaan bobot karkas berdasarkan bobot hidup ternak. (Trimeldus Tulak Tonbesi et al.)
Cara yang tepat dalam menentukan umur pada ternak yaitu dengan cara melihat catatan kelahiran pada ternak, namun hal ini sulit dilakukan dalam praktek. Dan jika mengetahui dengan pertumbuhan tanduk, biasanya tidak pasti kebenarannya.
Yang paling umum dilakukan dalam menentukan umur yaitu dengan cara melihat keadaan dan pertumbuhan gigi. Karena pertumbuhan, pergantian dan pergeseran dari gigi terjadi pada umur-umur tertentu dan tiap jenis ternak agak serupa sehingga mudah diikuti dan hampir dapat dipercaya kebenarannya (Sastramidjoyo et al, 1982).
Taksiran dengan Metode Gigi
Gigi sulung yaitu gigi pada anak-anak yang nantinya akan berganti, sedangkan Gigi tetap adalah pengganti gigi sulung yang mulai tumbuh pada ternak menjelang dewasa. Penafsiran umur dengan melihat perkembangan dan pergantian gigi seri serta terasahnya gigi seri (permanen). Pada pedet terasahnya gigi tidak seberapa karena makanannya hanya diberi air susu, sedangkan pada sapi dewasa terasahnya lebih banyak karena pakannya dalam bentuk keras (Poespo, 1986).
Hewan yang cukup umur akan menghasilkan daging yang berprotein tinggi dengan kadar asam amino yang lengkap, mudah dicerna, begitu pula teksturnya empuk. Sedangkan ternak yang belum cukup umur akan menghasilkan daging yang lembek dan menyebabkan rasa daging relatif tidak lezat. (Tabrany,2001)
Menurut Supiyono (1995), eksterior atau tilik ternak adalah suatu ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk tubuh dari luar untuk menentukan atau meramalkan prestasi dari suatu ternak. Sesuai tujuan pemeliharaan sekaligus untuk menilai tingkat pemurnian bangsa ternak dan merupakan alat bantu pelaksanaan program seleksi ternak dalam rangka perbaikan mutu genetik kelompok ternak.
Untuk menentukan bakalan yang akan dipilih dalam usaha penggemukan, dapat ditentukan berdasarkan penampilan sapi dengan melakukan penilaian/scoring. Dimana  dengan skor tubuh (1) terlihat tidak adanya lemak pada pangkal ekor dan iga pendek, sapi dengan penampilan seperti itu dapat dikatakan terlalu kurus, bermutu rendah dan mungin sebelumnya pernah sakit. Sapi dengan iga pendek terlihat dan terasa sudah agak tumpul, pada pangkal ekor terhadap sedikit lemak mendapatkan skor tubuh (2), dengan mutu yang cukup.Sapi dengan skor tubuh (3), iga pendek sulit untuk dirasakan, pangkal ekor mulai gemuk, dan kantong pelir sudah mulai terisi. Sapi dengan skor tubuh (4), telah mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat badan selanjutnya akan menjadi mahal dan tidak menguntungkan (Nguntoronadi, 2010).
Penilaian ini untuk menentukan tingkat dan kualitas akhir melalui perabaan yang dirasakan melalui ketipisan, kerapatan, serta perlemakannya. Bagian-bagian daerah perabaan pada penilaian (judging) ternak sapi meliputi ; bagian rusuk, bagian Tranversusprocessuspada tulang belakang, bagian pangkal ekor, bagian bidang bahu. Penilaian tersebut dilakukan pada setiap individu ternak sapi yang akan dipilih dengan cara mengisihkan skor yang sesuai dengan penilaian melalui pengamatan, pandangan dan perabaan. Dalam hal ini penilaian harus dilakukan sesubjektif mungkin.Untuk menunjang hasil yang lebih akurat, penilaian tersebut lazimnya dilengkapi lagi dengan pengukuran bagian-bagian tubuh yaitu tinggi pundak/ gumba, panjang badan, lingkar dada dan dalam dada (Todingan, 2010).
Pendugaan Bobot Badan
Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap kali harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis di samping timbangan itu jumlahnya terbatas.( Hasnudi. 1997)
Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong.Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Menurut Gafar (2007), rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan adalah Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan  pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut :
Bobot badan (kg) =   (lingkar dada (cm) + 22)2
                                                   100
Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang telah menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut :Bobot badan (lbs) =  Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi)
Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily  Cow Weighting Tape) yaitu dengan melingkarkan DWT pada sternum 3-4 dan angka yang ditunjuk pada pita ukur itu menunjukkan berat badan ternak. Cara penafsiran yang merupakan cara untuk mengetahui berat badan ternak adalah penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan ternak / neraca.Besar atau kecil, stationer atau portabel, timbangan merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam tehnik-tehnik pengukuran. (Hasnudi. 1997)
Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut.Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampIr mendekati benar.Dan juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Hasnudi. 1997).
Pengukuran Tubuh Sapi Bali
Menurut Djagra, I.B :  2009, Pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering kali di pakai juga sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit dan menentukan umur sapi tersebut.
Berdasarkan ketentuan kontes dan pameran ternak nasional, yang termasuk dalam “statistik vital” pada ternak sapi meliputi ukuran tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, lebar punggung, lebar pinggul, panjang pinggul, panjang kepala, lebar kepala, berat badan, dan umur.
Ukuran “statistik vital” dari organ tertentu jika dikaitkan dengan umur akan menggambarkan keharmonisan perkembangan tubuh dan produktivitas (pertumbuhan). Karena itu, pertumbuhan organ-organ tertentu berkorelasi dengan berat badan. Pengukuran dimensi dimaksudkan pelaksanaan dengan mengukur dimensi tubuh luar ternak atau ukuran statistic. Menurut Djagra,  2009 adalah sebagai berikut :
1. Ukuran Tinggi :
a.       Tinggi Pundak, tinggi gumba ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ketanah atau lantai, alat yang digunakan adalah tongkat ukur.
b.      Tinggi punggung ialah jarak tegak lurus dari taju duri ruas tulang punggung atau processus spinosus vertebrae thoracaleyang terakhir sampai ke tanah .Titik ini mudah didapat dengan menarik garis tegak lurus tepat diatas pangkal tulang rusuk terakhir.
c.       Tinggi pinggang  ialahjarak tegak lurus dari titik antara tulang lumbar vertebrae 3-4, tepat melalui legok lapar sampai ke tanah ( lantai ).
d.      Tinggi pinggul ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama sampai ke tanah.
e.       Tinggi kemudi, jarak tegak lurus dari os sacrum ( sacrale ), tepat melalui tengah- tengah tulang ilium sampai ke tanah.
f.       Tinggi pangkal ekor ialah jarak tegak lurus dari titik pangkal ekor, sampai ke tanah.
Alat yang dipakai untuk mengukur tinggi bagian- bagian tubuh diatas adalah tongkat ukur.

2. Ukuran Panjang :
a.       Panjang kepala jarak dari puncak kepala sampai ujung moncong.
b.      Panjang badan ; diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku ( humerus ) sampai benjolan tulang tapis ( tuber ischii ).
c.       Panjang menyilang badan, jarak yang diukur antara  tulang benjolan bahu sampai tulang duduk disisi lainnya. Diukur dengan memakai pita ukur.
d.      Panjang kemudi; panjang kelangkang; panjang pelvis, jarak antara tuber coxae dan tuber ischii pada sisi sama.
e.       Panjang telinga, jarak antara ujung telinga sampai pangkal telinga bagian dalam. Dapat diukur dengan penggaris atau pita ukur.
f.       Panjnag tanduk, diukur dengan pita ukur. Jarak antara ujung tanduk sampai kedasar tanduk.
Selain yang telah disebutkan alat- alatnya, dapat juga digunakan tongkat ukur, jangka sorong atau caliper
.
3. Ukuran Lebar :
a.       Lebar dada, jarak terbesar pada yang diukur tepat dibelakang antara kedua benjolan siku luar, yaitu tepat pada tempat mengukur lingkar dada.
b.      Lebar pinggang, jarak diukur antara taju horizontal yaitu pada tulang lumbale 3-4.
c.       Lebar pinggul, jarak antara tuber coxae pada sisi kiri dan kanan.
d.      Lebar kemudi, jarak terlebar antara sisi luar kiri dan kanan tulnag pelbis atau os illium melalui os sacrum 3-4.
e.       Lebar pantat, lebar tulang tapis atau lebar tulang duduk, jarak antara kedua benjolan tuber ischii kiri dan kanan.
f.       Lebar kepala, jarak terbesar antara kedua lengkungan tulang mata sebelah atas luar kiri dan kanan

4. Ukuran Dalam :
Dalam dada. Jarak titik tertinggi pundak ( gumba ) sampai tulang dada dan diukur melalui serta merta dibelakang siku.

5. Ukuran Lingkar :
a.       Lingkar dada. Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh.
b.      Lingkar perut .lingkaran yang diukur di daerah perut.yang memliki lingkaran besar, melalui serta merta di belakang tulang rusuk terakhir dan tegak lurus dengan sumbu tubuh.
c.       Lingkar flank. Lingkaran yang diukur di daerah flank, melalui tuber coxae serta merta depan ambing atau skrotum.
d.      Lingkar pantat, lingkar  round. Lingkaran yang diukur pada pantat, dari tulang patella kiri sampai tulang patella kanan, kearah belakang serta membentuk penampang sejajar dengan lantai.
e.       Lingkar tulang pipa. Lingkaran yang diukur ditengah- tengah tulang pipa, yaitu pada bagian yang terkecil dan terbulat.
f.       Lingkar skrotum. Lingkaran yang diukur pada bagian terbesar skrotum; terlebih dulu skrotum telah ditarik kearah bawah sehingga terdapat kedua testesnya.
g.      Lingkar tubuh.
h.      Lingkar mulut, lingkar moncong. Lingkaran yang diukur tepat pada akhir sudut bibir, ialah pada batas antara kepala dan moncong.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ternak.
Tumbuh - kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan  sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak perkelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih .
Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia .Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang  tersedia, kesehatan dan iklim (Santosa. 2008).
a.       Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.
b.      Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.
c.       Jenis Kelamin dan Umur.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar dari pada ternak betina. 
d.      Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.
e.       Lingkungan
Lingkungan suhu dan udara yang tidak sesuai dengan kondisi sapi akan mengakibatkan sapi menjadi stress dan mempengaruhi pertumbuhan sapi.
Kambing
            Diperkirakan ternak kambing merupakan hewan yang kedua didomestifikasi setelah anjing. Menurut Williamson dan Payne (1993) kambing ada lima spesies: Capra Hircus, kambing sebenarnya, termasuk Bezoar (Capra Hircus dan Aegagrus), Capra Ibex; Capra Cuacasica. Tur caucasia; Capra Pyrenaica, Ibex Spanyol; Capra Falconeri, Makhor.
            Kambing yang kita kenal sekarang ini, diperkirakan diturunkan dari tiga jenis kambing liar; Capra Hircus, berasal dari daerah Pakistan dan Turki. Capra Falconeri, berasal dari daerah sepanjang Kasmir. Capra Prisca, berasal dari daerah sepanjang Balkan (Sosroamidjojo, 1985).
            Menurut Sumaprastowo (1980),kambing mempunyai sifat yang lebih lincah dan sanggup membela diri dengan berkelahi. Beberapa dari bangsa kambing berjenggot dan mempunyai kulit dibagian telinga, kambing jantan mempunyai bau yang khas dan tajam dibanding kambing betina.
            Mulyana (1982), mengemukakan karena adanya modifikasi (penyesuaian bentuk luar tubuh terhadap lingkungan) maka sekarang kita mengenal dari bentuk yang kita lihat dan pelihara. Kambing yang ada di Indonesia sekarang berasal dari: (1) kambing asli yang diternakkan turun-temurun, (2) kambing impor yang diturunkan secara murni, (3) kambing impor yang disilangkan dengan kambing asli Indonesia.
            Kambing kacang merupakan hewan pememah biak berkuku genap dan hampir semuanya merupakan hewan pegunungan yang suka hidup di lereng-lereng curam serta gemar sekali mencari hijauan dedaunan yang terletak disebelah atas (Sarwono, 1991). Lebih lanjut Devendra (1974) menyatakan bahwa kambing sanggup hidup dan berkembang biak di daerah-daerah kering atau lembab serta dapat hidup dengan pakan yang rendah kualitasnya.
            Tanda-tanda kambing kacang adalah badan kecil, warna bulu kebanyakan coklat belang hitam, hitam adakalanya putih, bulunya pendek dan kalau dipelihara dengan baik bulunya akan mengkilap (Sosroamidjojo 1973, Soedjai 1975 dan Rumich 1976). Sedangkan menurut Natasasmita (1978) tanda-tanda kambing kacang ialah garis profil lurus atau cekung, daun telinga pendek dengan sifat berdiri tegak mengarah kedepan dengan panjang lebih kurang 15 cm, sedangkan pada yang betina lebih kurang 8 cm. Pada kambing betina bulunya pendek kecuali pada bagian ekornya tumbuh pula bulu panjang pada dagu (jenggot), tengkuk,pundak dan punggung sampai ekor dan paha sebelah belakang warnanya adalah putih, hitam dan cokelat, kebanyakan kambing ini berwarna campuran dari kedua atau ketiga warna tersebut. Tinggi kambing kacang jantan berkisar antara 60-65 cm dan kambing kacang betina berkisar 54-58 cm, sedangkan bobot kambing kacang jantan berkisar 25-30 kg dan betinanya 20-25 kg.
Bobot hidup
Menurut Forrest et al. (1975) menyatakan dengan meningkatnya bobot hidup maka bagian-bagian tubuh juga meningkat.Bobot hidup adalah bobot badan yang ditimbang sebelum dilakukan pemotongan setelah pemuasaan selama 12-24 jam (Natasasmita, 1978).Dinyatakan oleh Devendra dan Burns (1994), berat hidup kambing kacang berkisar dari 12,9 sampai 24,7 kg pada yang jantan dan antara 11,2 sampai 19,7 kg pada yang betina.
            Menurut Soeparno (1998) bahwa untuk mencapai bobot hidup dari seekor ternak dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, genetik, jenis kelamin, bangsa, makanan, temperature dan pengangkutan.
Bobot Daging Karkas dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Bobot karkas adalah bobot karkas setelah dipotong dikeluarkan seluruh tulang belulangnya (Natasasmita, 1978).Daging merupakan komponen utama karkas yang mempunyai nilai ekonomis sekaligus merupakan faktor utama penentu kualitas/bobot karkas.Mukhtar (1975) mengemukakan bahwa persentase karkas terhadap bobot hidup rata-rata kambing jantan adalah 45, 75 ± 0, 31 % dan betinanya 44, 15 ± 0, 78 %.
            Adapun fakto-faktor yang mempengaruhi bobot karkas. Menurut Soeparno (1995) bahwa untuk mencapai bobot hidup dari seekor ternak dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
1. Bangsa Ternak
Menurut Anderson dan Kisser (1963), bahwa karkas kambing sangat berbeda dengan karkas domba. Bila dibandingkan dengan domba, ternak kambing menghasilkan karkas lebih tinggi perunit bobot badan dengan kandungan lemak yang lebih rendah.
Menurut Holmes et al. (1982) bobot badan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan.
2. Umur
       Umur ternak mempengaruhi bobot badan dan bobot karkas dari seekor ternak, selanjutnya dikatakan oleh Williamson dan Payne (1993), makin dewasa seekor ternak makin bertambah berat hidupnya sampai dewasa lalu berkurang beratnya karena kondisi makin menurun. Parakkasi (1998) menyatakan bahwa ternak dalam keadaan normal bobot badan dewasa akan dicapai pada umur tertentu, jadi faktor umur erat hubungannya dengan bobot atau ukuran badan. Menurut Burton dan Reid (1970) yang dilaporkan dalam Soeparno (1998), bahwa variasi komposisi tubuh sebagian besar didominasi oleh variasi berat tubuh dan sebagian kecil dipengaruhi oleh umur.
3. Jenis Kelamin
       Williamson dan Payne (1959) menyatakan faktor kelamin lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak, terutama pada hewan mamalia jantan dimana hewan yang jantan lebih besar dan lebih berat apabila dibandingkan dengan hewan betina.
4. Pakan
       Pakan adalah faktor yang penting untuk pertumbuhan karena adanya pemberian pakan yang baik dan cukup, maka badan ternak tersebut akan bertambah bobot badannya (Maynard dan Loossly. 1956). Selanjutnya dijelaskan bahwa zat-zat makanan yang terkandung dalam bahan makanan mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan kemampuan berproduksi dibutuhkan pakan yang bernilai gizi tinggi.           
5. Temperatur 
       Williamson dan Payne (1978) bahwa temperatur yang tinggi membuat ternak berkurang nafsu makanannya sedangkan nafsu minumnya bertambah, proses produksi menurun dan akhirnya terjadi penurunan bobot ternak.
6. Kondisi Tubuh
Kondisi tubuh mempunyai hubungan yang erat dengan bobot hidup dan bobot karkas. Ternak yang berkondisi tubuh gemuk mempunyai bobot hidup dan bobot karkas yang lebih tinggi daripada ternak yang berkondisi tubuh sedang dan berkondisi kurus pada umur dan jenis kelamin yang sama (Natasasmita, 1979).
7. Pengangkutan
       Adalah problem yang harus diperhatikan dalam tata niaga ternak (Mosher, 1965). Ditambahkan oleh Ensminger (1969) bahwa penyusutan badan ternak yang diakibatkan pengangkutan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingkat kekenyangan, jenis dan kualitas makanan yang diberikan selama pengangkutan jarak, alat, lama pengangkutan, cuaca, umur, bobot badan ternak ketika diangkut, jumlah dan jenis ternak pada alat pengangkut serta perlakuan para petugas yang mengangkut ternak tersebut, baik ketika diangkut maupu sewaktu akan dipotong.
8. Penentuan Kondisi Tubuh Ternak
Menurut Suwarno (1980), dalam penentuan kondisi tubuh ternak ditetapkan menurut gambaran keseluruhan tubuh, terutama dengan memperhatikan tonjolan rusuk, tulang panggul, kecekungan lapar dan perdagingan di daerah bahu, pinggang dan paha. Natasasmita (1979), menyatakan kondisi tubuh ternak dapat digolongkan pada kondisi gemuk apabila semua tulang rusuk tidak ada yang kelihatan menyembul keluar, lekuk lapar tidak begitu jelas terlihat dan bila diraba pada pangkal ekor terasa lipatan tebal yang mengandung banyak lemak.Apabila sebagian atau tiga buah tulang rusuk kelihatan menyembul keluar dan lipatan pada bagian pangkal ekor tidak terlalu tebal maka pada kondisi ini digolongkan pada kondisi sedang.Selanjutnya bila penonjolan tulang rusuk dan tulang panggul jelas sekali terlihat serta lekuk laparnya sangat cekung digolongkan pada kondisi kurus.
9. Penentuan Umur Ternak
       Ternak kambing mempunyai empat pasang (8 buah) gigi seri. Gigi seri susu mulai tumbuh pada saat ternak kambing lahir. Setelah anak berumur satu bulan barulah lengkap giginya pada umur tertentu, gigi seri susu akan tanggal dan diganti dengan gigi seri tetap proses tanggal dan pergantian gigi seri ini yang dapat dipakai untuk patokan dalam melakukan penaksiran umur (Rangkuti, 1989).
Untuk menentukan umur biasanya dilakukan dengan melihat susunan gigi, dimana gigi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu gigi seri dan geraham. Gigi juga dapat dibagi menjadi dua jenis menurut pembentukkannya yaitu gigi susu (temporer) dan gigi tetap (permanen). Gigi seri susu dan tetap hanya ditemukan pada bagian depan dari rahang bawah. Bagian yang sama pada rahang atas tidak ada gigi tapi dilengkapi bantalan keras. Delapan buah gigi seri susu atau tetap tumbuh berpasangan yaitu tengah, tengah dalam, tengah luar dan sudut (Mestika dkk, 1993).
Table 1 : Pergantian Gigi Seri Dihubungkan Dengan Umur Pada Ternak Kambing
No
Pergantian pada Gigi Seri
Umur (tahun)
1.
2.
3.
4.
5.
Gigi seri belum ada yang berganti (I)
Gigi seri dalam berganti (I)
Gigi seri tengah dalam berganti (I)
Gigi tengah luar berganti (I)
Gigi seri luar berganti, atau semua gigi seri telah berganti (I)
Kurang dari 1 tahun
1 - 1,5 tahun
1,5 - 2 tahun
2,5  -  3 tahun
3 - 4 tahun
Sumber : Sarwono (1994)
Rumus gigi =
·         Gigi seri ( I ) = Incesivi
·         Gigi taring ( C ) = Canini
·          Gigi geraham muka ( P ) = Premolaris
·         Gigi geraham belakang ( M ) = Molaris
Pergantian dan pertumbuhan gigi seri kambing sangat teratur waktunya. Gigi seri menggantikan gigi seri susu dengan bentuk yang lebih besar, kuat dan warnanya lebih kekuningan. Berdasarkan pergantian dan pertumbuhan gigi seri, umur kambing bisa ditentukan (Sosroamidjojo, 1985).
       10. Seleksi Ternak
Seleksi dari segi genetik diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan berproduksi.Ternak-ternak pada generasi tertentu bisa menjadi tetua pada generasi selanjutnya jika terdapat dua kekuatan. Kedua kekuatan itu adalah seleksi alam dan seleksi buatan (Noor, 2004).
Dasar pemilihan dan penyingkiran yang digunakan dalam seleksi adalahmutu genetik seekor ternak.Mutu genetik ternak tidak tampak dari luar, yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah performanya.Performa ini sangat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan.Oleh karena itu, harus dilakukan suatu pendugaan atau penaksiran terlebih dahulu terhadap mutu genetiknya atas dasar performansnya.Metode seleksi dibagi menjadi tiga metode yang sederhana, yaitu:
Ø  Seleksi individu (individual selection) adalah seleksi per ternak sesuai dengan nilai fenotipe yang dimilikinya. Metode ini adalah yang paling sederhana daripada umumnya dan menghasilkan respon seleksi yang cepat.
Ø  Seleksi keluarga (family selection) adalah seleksi keluarga per keluarga sebagai kesatuan unit sesuai dengan fenotip yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. Individu tidak berperan dalam metode seleksi ini.
Ø  Seleksi dalam keluarga (within-family selection) adalah seleksi tiap individu di dalam keluarga berdasarkan nilai rata-rata fenotip dari keluarga asal individu bersangkutan (Hardjosubroto, 1994).
Ternak yang mempunyai performa diatas dari performa yang telah ditentukan terlebih dahulu akan dipilihpadasaat melakukan seleksi, sedangkan yang lebih rendah dariperformatadiakan disingkirkan.Ternakyangterpilihakanmemilikinilai rerata performa yang lebih tinggi dari performa keseluruhan sebelum seleksi. Perbedaan antararerataperforma dari ternakyangterseleksidenganrerataperformapopulasisebelum seleksidisebut sebagai diferensial seleksi (selectiondifferential). Proporsi daridiferensialseleksiyangdapat diwariskan kepada generasi berikutnya adalah hanya yang bersifat genetic saja yaitu sebesar angka pewarisannya (heritability). Jadi, besarnya differensial seleksi yang diwariskan adalah sebesar h2S dan ini disebut sebagai tanggapan (respon) seleksi yang akanmuncul pada generasi berikutnya (Widododan Hakim, 1981).
11. Sapi Perah
Sapi FH sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah, kapasitas perut besar sehingga mampu menampung pakan banyak, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi susu. Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara sapi FH dengan sapi lokal, dengan ciri-ciri yang hampir menyerupai FH tetapi produksi susu relatif lebih rendah dari FH dan badannya juga lebih kecil. Hasil dari persilangan tersebut mempunyai sifat diantara kedua induknya, dimana pertambahan bobot badan cukup tinggi serta mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis secara baik (Putra, 2009).
Memilih ternak berdasarkan visual berarti kita memilih ternak berdasarkan sifat-sifat yang tampak.Memilih bibit hampir sama dengan seleksi untuk tujuan produksi. Seleksi berdasarkan visual ini biasa disebut dengan judging.Judging pada ternak dalam arti yang luas adalah usaha yang dilakukan untuk menilai tingkatan ternak yang memiliki karakteristik penting untuk tujuan-tujuan tertentu.Judging dalam arti sempit adalah referensi untuk pemberian penghargaan tertentu dalam suatu kontes (Santoso, 2004).
Judging maupun seleksi sapi perah dalam pengamatan berguna untuk menghubungkan antara tipenya sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi susunya. Pemberian deskripsi dalam penampilan sapi perah yang ideal biasanya menggunakan semacam kartu skor yang disebut The Dairy Cow Unified Score Card. Kartu skor tersebut dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu: penampilan umum (30 nilai), sifat sapi perah (20 nilai), kapasitas badan (20 nilai), sistem mammae (30 nilai) (Blakely dan Blade, 1995).
Sapi perah yang berkualitas merupakan salah satu aspek utama penentu keberhasilan usaha peternakan sapi perah.Membeli sapi perah yang berkualitas sebaiknyapilih sapi perah yang memiliki keturunan sapi perah jenis sapi dengan produktifitas susu tinggi 9 misalnya, keturunan asli sapi FH. Sapi berkualitas juga harus memiliki tampilan ciri fisik khas sapi perah yang baik, sehat (terutama sistem reproduksinya), dan bebas penyakit yang menular. Berikut ini ciri fisik sapi perah yang sehat:
1. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular.
2.Dada lebar serta tulang rusuk panjang dan luas.
3. Ambing besar, memanjang kea rah perut, dan melebar sampai di antara paha
4. Kondisi ambing lunak, elastik, dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup besar. Setelah diperah, ambing akanberlipatdan kempis, sedangkan sebelum diperah mengembung dan besar.
5. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar.
6. Produksi susu, dengan laktasi pertama produksi susu minimum 20 liter.
7.Sapi perah yang berkualitas juga dapat melahirkan setiap tahun sehingga dapat menghasilkan susu secara rutin setiap tahun (Kemal dan Harianto, 2011).
BCS adalah nilai kondisi tubuh yangdidasarkan pada estimasi visual timbunan lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung, tulang rusuk dan pinggul lemak, dapat digunakan untuk prediksi dini status kesenjangan energi sapi perah selama awal laktasi.Penilaian kondisi tubuh ternak, terutama untuk sapi perah di Indonesia masih jarang dilakukan sehingga untuk kondisi peternakan sapi perah rakyat sangat penting (Wahiduddin, 2008).







BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil pengamatan

Penilaian individu.


3.2 Pembahasan

Untuk mencari juara pada kontes ternak dilakukan penghitungan dari data yng telah didapatkan di lapangan. Penghitungan untuk Penentuan sokr  pada kontes ternak melliputi penentuan nilai skor tertinggi ,skor  tererendah, skor rata rata. Perhitungan yang dilakukan dalam penilaian  untuk menentukan skor yang tepat adalah sebagai berikut :
Nilai maksimum(nilai 5)                           =  nilai tertinggi pada 8 sapi yang dinilai
Nilai mksimum tinggi gumba                   =  128
Nilai mksimum panjang badan                 = 102
Nilai mksimum lingkar dada                    = 174
Nilai mksimum lebar dada                       = 37
Nilai mksimum dalm dada                       = 47
Nilai mksimum tinggi pinggul                  = 122
Nilai maksimum berat baan                      = 426
Nilai minimum (nilai 1)                            =  nilai terendah pada 8 spi yang dinilai
Nilai minimum tinggi gumba                   = 110
Nilai minimum panjang badan                 = 92
Nilai minimum lingkar dada                    = 156
Nilai minimum lebar dada                        = 20
Nilai minimum dalam dada                      = 22
Nilai minimum tinggi pinggul                  = 110
Nilai minimum berat baan                        = 268
Nilai rata rata(nilai 3)                               = nilai tengah pada nili  8 sapi yang dinilai
Nilai rata rata tinggi gumba                     = 117,875
Nilai rata rata panjang badan                   = 95,625
Nilai rata rata lingkar dada                      = 162,375
Nilai rata rata lebar dada                         = 23,875
Nilai rata rata dalam dada                        = 29,37
Nilai rata rata tinggi pinggul                    = 115
Nilai rata rata berat baan                         = 327

Menentukan nilai 2                      = nilai rata rata –()
Nilai 2 tinggi gumba                                = 117,875 - ( ) = 113, 9375
Nilai 2 panjang badan                              = 95,625 - (  ) = 93,8125
Nilai 2 lingkar dada                                 = 162,375 - (  ) = 159,1875
Nilai 2 lebar dada                                     = 23,875 - (  ) = 21,9375
Nilai 2 dalam dada                                   = 29,37 - (  ) = 25,685
Nilai 2 tinggi pinggul                               = 115 - (  ) = 112,5
Nilai 2 berat baan                                     = 327 - (  ) = 297,5
Menentukannnilai 4                                 =  nilai rata rata + ()
Nilai 4 tinggi gumba                                = 117,875 + ( ) = 122,9375
Nilai 4 panjang badan                              = 95,625 + (  ) = 98,8125
Nilai 4 lingkar dada                                 = 162,375 + (  ) = 168,1875
Nilai 4 lebar dada                                     = 23,875 + (  ) = 30,4375
Nilai 4 dalam dada                                   = 29,37 + (  ) = 38,185
Nilai 2 tinggi pinggul                              = 115 + (  ) = 118,5
Nilai 2 berat baan                                     = 327 + (  ) = 376,5
Pada kontes ternak, hal yang dinilai dan diukur berupa 60% sifat kuantitatif ternak dan 40% sifat kualitatif ternak. Yang termasuk sifat kualitatif meliputi kondisi kepala dan ekor, warna kulit,dada dan punggung, pinggang dan pinggul, paha dan kaki, keharmonisan bentuk, dan bentuk ambing karena ternak yang dinilai merupakan ternak perah. Sedangkan nilai kuantitatif meliputi tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pinggul, dan berat badan.
Dari hasil yang kami dapatkan dalam penilaian sapi di kontes ternak yang kamia adakan diperoleh juara 1 dengan total skor diperoleh oleh sapi, juara 2 dengan total skor diperoleh oleh sapi, dan juara 3 dengan skor diperoleh oleh sapi.



BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang kami lakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
a.       Untuk dapat menilai ternak kita harus menilai sifat kualitatif dan kuantitatif dari suatu ternak.
b.      Sifat kualitatif pada trnak meliputi kepala dan ekor, warna kulit, dada dan punggung, pinggang dan pinggul, paha dan kaki, keharmonisan bentuk badan dan keadaan ambing.
c.       Yang termasuk sifat kuantitatif pada ternak meliputi tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pinggul dan berat badan pada ternak tersebut.
d.      Penilaian dan penjurian dalam kontes ternak didasarkan pada nilai kualitatif dan kuantitatif ternak yang telah didapatkan di lapangan.
e.       Penentuan juara pada kontes ternak berdasarkan penjumlahan antara nilai kualitatif ternak dan kuantitatif ternak kemudian nilai perolehan penjumlahan yang tertinggi dapat dijadikan sebagai juara pada kontes ternak tersebut.

4.2 Saran

a.       Sebaiknya praktikum ini dilakukan pada kegiatan kontes ternak yang sebenarnya.
b.      Waktu pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan lebih awal untuk mengefisienkan waktu yang dibutuhkan dalam pengolahan data kontes ternak yang dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA


Anderson, A.L and R. Kisser. 1963. Introduction Animal Science. The Mac Milon Co, New York.

Anggorodi, R. 1984. Ilmu Peternakan Umum. PT. Gramedia, Jakarta.Bandini, Y. 1997. Sapi Bali. Penebar Swadaya, Jakarta.

Devendra, C. 1974. Studien in Nutrition of the Indigenous Goat of Malaya III.The  Requerment for Live-Weight Gain. Malaysian Agricultural Journal 46, 98-118.

Forrest, J.C., E.D. Aberle. H.B. Hedrick, M.D. Judge and R.A. Markel. 1975. Principle of Meat. Sience. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.

Holmes, J.H.G., S. Prasetyo., H.M. Miller and E.A. Scheurman. 1982. The effect  of heat   and humidikon pregnant forsal goats. J. Anim. Production In Australia. Vol. 15:541 – 544.

Maynard, L. A and J.K. Lossly. 1956. Animal Nutrition. Mc. Graw Hill Company Ltd.     New Delhi.

Mestika, I.M. Komang Gede Suryana, I Gusti Lanang Oka, dan Ida Bagus Sutrisna.          1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University  Press, Surakarta.

Mosher, A. T. 1965 Cuting Agricultural Moving Essential for Development and     Modernization.Frendich Proger Publisher, New York.

Mulyana, Wahyu. 1982. Cara Beternak Kambing. Pusdiklat BPLPP Deptan, Jakarta.

Natasasmita, CH. Lenggu, P.H. Hutabarat, P. Suparman, D. Supandi, H.H.Achmad dan R. S. Martodikusumo. 1970 Case Study Production Pemotongan Ternak Daging Fakultas Peternakan IPB dan Direktorat Jendral Peternakan,Departemen Pertanian, Jakarta.

________________. 1979. Ternak Kambing dan Pemeliharaannya. Fakultas PeternakanInstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Parakkasi, A. 1998.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia,Jakarta.

Rangkuti, M. 1989. Pedoman Praktis Beternak Kambing dan Domba Sebagai Ternak Potong. Kasinus, Yogyakarta.

Rumich, B., 1967. The Goat of Indonesia. FAO Region Office, Bangkok.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, RD dan Mustajab, HK, 1992. Analisa Regresi. Penerbit Andi Offset,       Yogyakarta.

Sarwono, B. 1991. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soedjai, A. 1975. Beternak Kambing. Seri Indonesia Membangun No. 14. Penerbit N. V Masa Baru, Bandung.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press,           Yogyakarta.

________. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumaprastowo, T. 1980. Beternak Kambing yang berhasil. Baharata Karya Aksara,Jakarta.

Sosroamidjojo, M, Samad. 1973. Peternakan Umum. Penerbit CV. Yasaguna,        Jakarta.
_________________. 1985. Ternak Potong dan Kerja.Cetakan ke-10. Yasaguna,   Jakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan        Biometrik Edisi 2 Cetakan 2. Alih bahasa B. Sumatri. PT. Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Sudjana 1975. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito, Bandung.

Williamson, G dan W.J.A Payne 1993.Pengantar peternakan di daerah tropis.         Cetakan pertama. Terjemahan SGN. D. Dan Madja. Gadjah Mada Universitas        Press, Yogyakarta.

Yeates, N.T.M. T.N. Edey dan M.K. Hill. 1975. Animal Science. Reproduction, ClimateMeat, Wool. Pergamon Press. Oxford, New York, Toronto, Sidney.

Blakely, J dan Bade, D. H. 1995.Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harjosubroto.1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Kemal, S. E. dan Harianto, B.2011.Beternak dan Bisnis Sapi Perah.PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Noor, R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Moeria Kudus Jawa Tengah). UNDIP. Semarang.
Santosa, B. A. 2004. Buku Petunjuk Praktikum Produksi Ternak Perah. FakultasPeternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 
Wahiduddin, M. 2008. Manajemen Sapi Perah pada Peternakan Rakyat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widodo, W. Dan L. Hakim. 1981. Pemuliaan Ternak. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya. Malang.